Nama : Githa Purnamasari
Kelas : 3pa01
NPM : 13511089
Kota Depok tepatnya di RS Sumber Bahagia, hari
senin pada tanggal 17 januari 1994 telah bertambah anggota keluarga dari
pasangan Barno dan Sutarti. Seorang bayi perempuan yang ditunggu- tunggu lama karena
jarak 3 anak laki- laki dengan saya cukup lama, ia di beri nama “Githa
Purnamasari”. Nama itupun memiliki arti bagi kedua orang tua saya, “Githa” yang
berarti suara dan “Purnamasari” dengan arti inti dari sinar terang sehingga
menjadi sebuah doa yang berarti suara dari cahaya terang. Sebagian besar orang
yang mendengar nama saya selalu bertanya “kamu lahir saat bulan prunama ya?”,
padahal purnama yang dimaksud orangtua saya
merupakan cahaya terang.
Saya hidup ditengah- tengah keluarga yang masih
cukup kental memegang adat jawa karena orang tua dari orang tua saya masih
hidup untuk menghormati beliau. Ayah dan ibu saya bekerja dalam satu kantor
yaitu Perum Pegadaian yang sekarang telah menjadi PT. Pegadaian. Saya tumbuh
dikeluarga yang hangat tetapi tetap disiplin dalam hal belajar khususnya. Sifat
ayahku sedikit keras jika anaknya tidak disiplin seperti saat aku mengalami
kemunduran prestasi saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Tetapi yang saya selalu
bangga adalah sifat ayah yang disiplin tetapi tidak pernah “ringan tangan” pada
semua anak- anaknya, dan setelah saya beranjak dewasa saya menyadari bahwa apa
yang dilakukan ayah menjadi ilmu tersendiri untuk saya. Ibu adalah sahabat
sekaligus orang tua terbaik. Ibu tidak pernah marah bahkan berbicara kasar. Ibu
berbanding terbalik dengan ayah, mungkin karena ibu seorang perempuan yang
memiliki naluri kelembutan. Ibu cenderung santai dalam menghadapi situasi di
keluarga, ibu selalu memilih berbicara sedikit di akhir daripada berbicara
banyak di awal. Ayah dan ibu selalu memberi kami fasilitas yang cukup tanpa harus
berlebihan. Kadang saya berpikir “harusnya saya bisa dapat lebih dari orang tua
saya”, karena orang tua saya tidak pernah memberi saya gadget terbaru setiap
ada kemunculan yang terbaru. Sekalipun aku pernah merasakan saat aku mendapat
prestasi sekolah dan marching band saat Sekolah Dasar. Yang selalu saya ingat
dan selalu di ucapkan oleh ibu saat saya mengeluh karena merasa kurang, ibu
hanya menjawab “ jadi orang jangan ngoyo”. Ngoyo merupakan bahasa jawa yang
berarti berlebihan. Kata itu selalu ada di pikiran saya saat saya merasa bahwa
saya kurang.
Riwayat sekolah saya baik karena bimbingan kedua
orang tua saya selama ini. Sebelum saya masuk ke Sekolah Dasar saya lebih dulu
masuk ke TK Al- Hijrah. Saya masuk sekolah 1 tahun lebih awal karena kakak-
kakak saya yang setiap hari sekolah membuat saya memohon ke ibu agar sekolah.
Pihak sekolah pun sebenarnya tidak mengijinkan karena umur yang belum
mencukupi, tetapi ibu saya tetap memohon untuk bisa mengikuti kelas setiap hari
dengan perjanjian jika saya tidak bisa mengikuti saya dianggap tinggal kelas,
tetapi jika saya dapat mengikuti saya akan melanjutkan kelas. Dan saya
bersyukur bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan berprestasi. Lulus dari
taman kanak- kanak saya melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 18 yang cukup
terkenal bagus disekitar saya tinggal. 6 tahun disana sangat berkesan karena
saat SD saya memiliki prestasi yang baik dari jenjang- jenjang yang lain. Saat
duduk di bangku SD saya mengikuti kegiatan Marching Band, awalnya tidak di
dukung oleh ayah dan kakak saya tetapi ibu selalu menjadi penengah di keluarga
saya. Berkat dukungan ibu saya tetap berprestasi meskipun mengikuti kegiatan
lain, dan menambah prestasi saya juga pada akhirnya.
Lanjut Sekolah Menengah Pertama saya masuk SMPN 4
Depok yang terkenal cukup baik di sekitar Depok yang membuat saya bangga dengan
hasil yang saya capai meskipun ini adalah sekolah piihan kedua saya karena
pilihan pertama tidak lolos. Tetapi keluarga saya selalu membuat saya percaya
diri dengan apa yang saya capai. SMP adalah masa dimana rasa ingin tahu muncul.
Saya memiliki 5 orang dekat saat SMP dan hanya saya yang beragama islam, tetapi
saya tidak mersa terganggu dengan status ini. Orang tua saya selalu mengajarkan
saya untuk tidak pilih- pilih teman apalagi memilih dengan membedakan
agamannya. Walaupun orang tua saya kuat agama tetapi mereka selalu mengajarkan
saya untuk saling menghormati.
Setelah lulus SMP saya melanjutkan sekolah di SMA
Negeri 4 Depok, seperti kejadian di saat saya SMP pun berulang. Saya selalu
gagal memilih pilihan pertama. Awalnya saya sangat sedih karena banyak cerita
tidak baik tentang SMA itu tapi setelah saya mengikuti dan membawa segala
kesusahan menjadi tenang lama kelamaan saya menikmatinya.
3 tahun masa SMA tidak terasa saatnya saya melanjutkan
ke perguruan tinggi. Saya banyak mengikuti tes untuk masuk ke Perguruan Tinggi
Negeri bahkan dapat kesempatan beasiswa karena masuk 10 besar di SMA saya, tapi
lagi dan lagi Allah menghendaki takdir lain. Saya tidak boleh jauh dari orang
tua karena saya masih belum bisa di lepas untuk hidup sendiri. Padahal jika
masuk Perguruan Tinggi Negeri saya berjanji akan menggunakan jilbab. Sampai
pada akhirnya saya masuk di Universitas Gunadarma Fakultas Psikologi. Awal
perkuliahan saya masih belum berjilbab, sampai pada pertengahan perkuliahan ada
satu hal yang membuat saya ingin menggunakan jilbab. Seorang dosen Agama Islam
berkata “Anak perempuan wajib berjilbab untuk meringankan dosa Ayahnya dan
Dirinya sendiri yang akan di pertanggung jawabkan di akhirat”. Semenjak
kata-kata itu terdengar dan terpikir berulang-ulang mebuat hati saya bergejolak
karena banyak hal yang harus saya ubah jika berjilbab. Dari mulai pakaian,
bicara yang baik, bersikap yang baik dan yang lkebih utama saya harus
mempertanggungjawabkan ibadah saya.
Kemudian saya teringat dengan janji saya pada Allah
jika masuk Perguruan Tinggi Negeri saya akan berjilbab, tetapi karena saya
tidak berhasil maka saya tidak menepati janji saya. Saya berpikir banyak cara
Allah untuk membuka hati manusianya untu mengikuti perintahnya. Termasuk saya
manusia yang tak pernah berfikir untuk berjilbab lebih cepat sekarang telah
menepati janji dan kewajiban-Nya.
No comments:
Post a Comment