Mempengaruhi Perilaku
Definisi Pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan
seseorang.” Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh
adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam
yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Jadi,
dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan
suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda
serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang
ada di sekitarnya.
Menurut Uwe Becker Pengaruh adalah kemampuan yang terus
berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha
memperjuangkan dan memaksakan kepentingan.
Menurut Norman Barry Pengaruh adalah suatu tipe
kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara
tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman
sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya
Menurut Albert R. Roberts & Gilbert Pengaruh adalah wajah
kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan.
Kunci-Kunci
Perubahan Perilaku
Keadaan yang buruk atau rusak merupakan persoalan yang sangat
mempengaruhi masyarakat dalam segala aspek kehidupan sekaligus mengganggu segala
bentuk aktivitas yang ada di masyarakat. Kemiskinan merupakan kondisi buruk dan
satu-satunya persoalan yang sistemik. Karena, kemiskinan menjadikan munculnya
perilaku kriminal yang — tentu saja — buruk. Sehingga perlu ada solusi sebagai
bentuk perubahan masyarakat dari kondisi miskin yang tidak berdaya, menjadi
berdaya. Dalam hal ini mereka akan memiliki potensi kritis dan gerak yang dapat
menanggulangi segala bentuk persoalan kemiskinan. Secara definisi, masyarakat
adalah kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi dan memiliki
komponen perubahan yang dapat mengikat satu individu dengan individu lain
dengan perilakunya. Sedangkan perubahan merupakan peralihan kondisi yang
tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang
terdiri dari individu berkepribadian (personality) baik. Personality tidak
dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adanya daya
intelektual dan perbuatan. Selanjutnya, tidak hanya membentuk saja, tapi juga
disertai upaya menjadikan personality tersebut berkualitas.
Sebagai contoh, apakah Mandra yang berwajah ‘agraris’ lebih
baik dibandingkan dengan Rano Karno? Bandingkan Mahatma Gandhi dari kaum miskin
yang mengubah masyarakat India menuju perubahan, sedangkan Maria Eva &
Yahya Zaini dari kaum kaya — yang dulunya dikatakan representasi suara
masyarakat — dengan perbuatan tak senonohnya yang membahayakan masyarakat,
terutama generasi muda. Oleh karena itu, kunci perubahan masyarakat adalah
membentuk daya intelektual dan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan perilaku yang secara otomatis
diikuti dengan perubahan masyarakat. Maka, persoalan kemiskinan bisa berubah
jika terjadi perubahan perilaku di dalam masyarakat.
Model Mempengaruhi Orang lain dan Perannya dalam Psikologi
Manajemen
Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar Pendekatan
Komunikasi Persuasi dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan terdapat 3
pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu:
1. Logical argument
(logos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang
ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
2. Psychological/
emotional argument (pathos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi
positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat
kita berempati termasuk menggunakan pendekatan psychological argument dengan
efek emosi yang positif. Sedangkan iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan
membuat kita marah termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi
negatif.
3. Argument based on
credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/
audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam
bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi
ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah
dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang
dalam bidangnya
Wewenang dan Peran
Wewenang dalam Manajemen
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau
memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar
tercapai tujuan tertentu. Ada dua pandangan yang saling berlawanan mengenai sumber
wewenang, yaitu teori formal.
Teori formal berpendapat bahwa wewenang ada karna seseorang
di beri atau di limpahi atau diwarisi hal tersebut. Wewenang juga
merupakan anugrah, ada karena seseorang diberi atau dilimpahi hal tersebut.
Beranggapan bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang tinggi. Jadi
pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang ke atas sampai sumber
terakhir, dimana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang
saham.
Wewenang timbul hanya jika dapat diterima oleh kelompok atau
individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan
kunci dasar wewenang oleh yang dipengaruhi (influencee) bukan yang mempengaruhi
(influencer). Jadi, wewenang tergantung pada penerima (receiver), yang memutuskan
untuk menerima atau menolak.
Kekuasaan sering dicampur adukkan dengan wewenang, padahal
keduanya berbeda. Bila wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, maka
kekuasaan adalah kemampuan untuk Pandangan teori penerimaan juga
mengatakan bahwa wewenang seseorang timbul hanya bila hal itu di terima oleh
kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut di jalankan. Chester
Barnard menyatakan: “ bila suatu komunikasi direktif diterima seseorang kepada
siapa hal itu ditunjukan wewenang untuknya tercipta atau di tegaskan”.Barnard
menyebut penerima wewenang dengan sebutan “ zone of indifference”, dan Herbert
A . Simon menyebut dengan “ area of acceptance”. Selain itu
wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan
tertentu.
KEKUASAAN
Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya
kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah
laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga
berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau
kejadian. Kekuasaan tidak sama dengan wewenang,
wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang
akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang
atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan
yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang
diperoleh[1] [2] atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku
(Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak
lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan
Surbakti,1992). Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan
golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila
dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut
kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan
bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain
baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung
dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya
berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku
sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat
UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari
kekuasaan).
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1. Pertama kekuasaan pribadi,
kekuasaan yang didapat dari para pengikut
dan didasarkan
pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat
pada pemimpin.
2. Kedua kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari
wewenang formal organisasi.
Sumber Kekuasaan Menurut John Brench dan Bertram Raven
1. Kekuasaan menghargai (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi
pengaruh untuk memberi
penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk
melaksanakan perintah. (bonus sampai
senioritas atau persahabatan)
2. Kekuasaan memaksa (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum
orang yang dipengaruhi
kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. (teguran
sampai hukuman).
3. Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan
yang timbul dari pengakuan
seseorang yang dipengaruhi bahwa
pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh
sampai pada batas tertentu.
4. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada
persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh
mempunyai keahlian relevan atau
pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh
orang yang
dipengaruhi. (professional atau tenaga
ahli).
5. Kekuasaan rujukan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau kelompok yang didasarkan
pada indentifikasi
pemberi pengaruh yang menjadi
contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi.
(karisma,
keberanian, simpatik dan lain-lain).
Teori- Teori Leadership
Definisi Leadership
Kepemimpinan atau leadership adalah proses mempengaruhi atau
kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok kemampuan mengarahkan
tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi
atau kelompok. Dengan memberi contoh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.,
Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam
kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli,
pengrajin, atau praktisi.Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian
dari perannya memberikan pengajaran/instruksi. Dalam bahasa Indonesia
"pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina,
panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja,
tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks
hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi
orang lain dengan berbagai cara.
Teori- teori Kepemimpinan Partisipatif
Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang
partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini
terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah
yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim.
Gaya kepemimpinan partisipatif lebih menekankan pada tingginya dukungan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan tetapi sedikit pengarahan. Gaya pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai “partisipatif” karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya partisipatif ini, pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
Gaya kepemimpinan partisipatif lebih menekankan pada tingginya dukungan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan tetapi sedikit pengarahan. Gaya pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai “partisipatif” karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya partisipatif ini, pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor
Salah satu kontribusi yang paling banyak disebut dari
para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas
McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama
dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y.
Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai).Teori
perilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y
dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana
para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan
terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah
makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil
untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam
serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah,
dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas
segalanya. Lebih lanjut Asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini
pada hakekatnya adalah :
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan
dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau
diperintah
3. Mempunyai kemampuan
yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi
4. Hanya membutuhkan
motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara
ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.
B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia
seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu
diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta
pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki
kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan
prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan
segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Ini adalah salah satu teori
kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi
tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan,
terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.Asumsi teori Y
mengenai manusia adalah sbb :
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti
bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain
merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada
perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan
hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam
memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada
seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada
kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada
tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif
dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert
1. Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua
keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk
melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan
oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang
rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman.
Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan
menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan
standar pekerjaan
c. Pimpinan
menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down
2. Sistem Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah,
tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap
perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan
tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai
bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman
tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin
memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam
pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat. Ciri-ciri dri
sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan percaya
pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah
dan hukuman
c. Adanya komunikasi
ke atas
d. Mendengarkan pendapat
dan ide bawahan
e. Adanya delegasi
wewenang
3. Sistem Konsultatif
Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan
memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan
bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang
cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan
daripada ancaman hukuman. Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang
cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan
dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan
menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan. Ciri-ciri Sistem
konsultatif antara lain:
a. Komunikasi dua
arah
b. Pimpinan mempunyai
kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan
keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif
Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut
Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan
ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin
secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan
saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan,
pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga
mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan
insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan
bawahan sebagai kelompok kerja. Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan
kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi dua
arah (top down and bottom up)
Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum &
Scimidth
Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya manajemen apa
yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis
salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The
Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola
Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah
pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab
“Hubungan Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label
“Demokrasi” dan “otoriter.” Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber
Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan
karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah
satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas
manajer.
Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan
pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun
mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis
mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari
autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang
mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain
model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan
pilihan individu.para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi
pilihan tergantung pola kepemimpinan:1. kekuatan di manajer (egattitudes,
kepercayaan, nilai-nilai)2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan,
nilai dan harapan dari pemimpin)3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan
kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor
extrancous). Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan
Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram
ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait
dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola
kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter
(tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang
oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan
meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara
proporsional.
1. Kepemimpinan Pola 1:
“Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh
superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan
seberapa sering untuk bertemu.
2. Kepemimpinan Pola
2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat
keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi
setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang
terbaik
3. Kepemimpinan Pola 3:
“Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin
membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari
baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
4. Kepemimpinan Pola 4:
“Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah
oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan
menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang
mungkin lebih baik.
5. Kepemimpinan Pola 5:
“Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang
mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian
meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
6. Kepemimpinan Pola 6:
“Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan
yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan
bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah
hari-hari terbaik untuk bertemu.
7. Kepemimpinan Pola
7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin
memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak,
dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
Modern Choice Approach to Participation
Model ini mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang
gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Menurut
teori ini, gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang
dihadapi oleh berbagai macam keputusan yang harus diambil. Ada tiga perangkat
parameter yang penting dalam gaya kepemimpinan teori ini, yaitu klasifikasi
gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemu kenalan
jenis situasi pemecahan persoalan. Dalam suatu pekerjaan terutama yang menuntut
team work/ kelompok kerja didalamnya harus saling sejalan, sependapat atau
mungkin juga satu karakter yang sama, walaupun dengan banyak ide yang berbeda
tetapi tetap satu. Disini pemimpin dalam team work itu harus cerdas dan cermat,
dalam pengambilan keputusan, membuat suasana salalu hidup dan bervariatif agar
bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Team work ini bisa kita temukan
dalam pekerjaan seperti, entertainment, peneliti, konsultan / pengacara, dan
yang lainnya. (VROOM & YETTON)
Contigency Theory Of Leadership dari Fiedler
Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling
efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan
merupakan suatu hal yang sulit. Konsepsi kepemimpinan situasional ini
melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan
yang efektif dengan tingkat kematangan bawahannya. Perilaku bawahan ini amat
penting untuk mengetahui kepemimpnan situasional, karena bukan saja bawahan
sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai
kelompok, bawahan dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki
pemimpin. Model ini menyatakan bahwa keefektifan suatu kelompok bergantung pada
hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahannya, dan sejauh mana pemimpin
mengendalikan dan mempengaruhi situasi.
Path Goal Theory
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin
untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah
dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai
dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Model ini
menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar, yaitu memberi
kejelasan alur dan meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya.
MOTIVASI
Definisi Motivasi
Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan
atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif
tersebut merupakan suatudriving force yang menggerakkan manusia untuk
bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi
(niat). Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian
atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses-
proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya
persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan
tertentu.
Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi
bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi.
Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating
states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior),
dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of
such behavior). McDonald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan
motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh
dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah
kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota
organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap
anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan
berkembang atasdasar proses belajar yang
berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).
Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai
suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi
pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku
mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Motivasi adalah
dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi
membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan
perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force)
terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Selain itu motivasi
adalah energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada
diri sesorang yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi,
sehingga mendorong individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan
adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan yang harus terpuaskan.
Teori Drive Reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari
perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu
tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan
tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti
perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan
secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan
secara bersyarat. Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan
bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang
bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan
berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh
rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah
mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap
hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong
yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori
Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif.
Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu
penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan
leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah
mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan
yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan
seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu
individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya,
ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal
tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif
sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi.
Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan
mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar
motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Teori Harapan
Teori ini termasuk kedalam Teori – teori Kesadaran. Teori ini
menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada
kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang
mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian
rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah,
kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk
membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada
keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka. Teori pengharapan berargumen bahwa
kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti
oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi
individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan,
mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang
tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang
baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229). Teori ini dikemukakan oleh Victor H.
Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja
giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik
antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
1. Harapan (Expectancy),
adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence) adalah
akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai
motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
3. Pertautan
(Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama
akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Teori Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah
motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah
tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya
meningkat sebab:
Ia akan
berorientasi pada hal hal yang diperlukan
Ia akan
berusaha keras mencapai tujuan tersebut
Tugas
tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
Semua
jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki
tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan
memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga
muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan). Penetapan
tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan
sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai
kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda. Proses penetapan tujuan (goal
setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh
organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa
sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan
ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan
yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang
lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan
sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa
keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
1. Kebutuhan
Fisiologis
Kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia adalah
kebutuhan fisiologi, termasuk di dalamnya adalah makanan, air, oksige,
mempertahankan suhu yubuh, dan lain sebagainya. Kebutuhan psikologis adalah
kebutuhan yang mempunyai kekuatan/pengaruh paling besar dari semua kebutuhan.
Orang-orang yang terus-menerus merasa lapar akan termotivasi untuk makan-tidak
termotivasi untuk mencari teman atau memperoleh harga diri. Mereka tidak
melihat lebih jauh dari makanan, dan selama kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka
motivasi utama mereka adalah untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Kebutuhan
fisiologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya setidaknya dalam dua hal
penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat
terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Orang-orang bisa cukup makan sehingga
makanan akan kehilangan kekuatannya untuk memotivasi. Bagi orang yang baru saja
selesai makan dalam porso besar, pikiran tentang makanan bahkan dapat
menyebabkan perasaan mual. Karakteristik berbeda yang kedua dari kebutuhan
fisiologis adalah kemampuannya untuk muncl kembali. Setelah orang-orang selesai
makan, mereka lama-kelamaan menjadi lapar lagi; mereka terus-menerus mengisi
ulang pasokan makanan dan air; dan satu tarikan nafas harus dilanjutkan oleh
tarikan nafas berikutnya. Akan tetapi, kebuthan-kebutuhan di level lainnya
tidak muncul kembali secara terus-menerus. Contohnya, orang yang paling tidak
telah memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan penghargaan akan tetap merasa
percaya diri bahwa mereka dapat terus memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan
harga diri.
2. Kebutuhan
Rasa Aman
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka,
mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di
dalamnya adalah keamanan fisi, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan
kebebasan dari kekuata-keuatan yang mengancam seperti perang, teorisme,
penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan
akan hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan
akan keamanan.
3. Kebutuhan
Cinta dan Rindu
Ketika kebutuhan fisioogis dan rasa aman sudah terpenuhi,
kebutuhan lapisan ketiga pun muncul. Anda mulai merasa butuh teman, kekasih,
anak, dan bentuk hubungan berdasarkan perasaan lainnya. Dilihat secara
negative, Anda akan semakin mencemaskan kesendirian dan kesepian. Dalam
kehidupan sehari-hari, kebutuhan ini dapat berbentuk keinginan untuk menikah,
memiliki keluarga, menjadi bagian dari satu kelom[ok atau masyarakat.
4. Kebutuhan
Penghargaan
Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan
keberadaan, mereka bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaaan, yang
mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang
orang lain hargai tinggi. Maslow mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan
penghargaan-reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi,
pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang
orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seseorang bahwa
dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri didasari oleh
lebih dari sekedar reputasi maupun gengsi
5. Kebutuhan
akan Aktualis akatulisasi Diri
Ketika kebutuhan di level rendah terpenuhi, orang secara otomatis beranjak ke
level berikutnya. Akan tetapi, setelah kebutuhan akan penghargaan terpenuhi,
orang tidak selalu bergerak menuju level aktualisasi diri. Awalnya, Maslow
berasumsi bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri muncul jika kebutuhan akan
penghargaan telah terpenuhi. Orang-orang yang menjunjung nila-nilai seperti
kejujuran, keindahan, keadilan, dan nilai-nilai lainnya akan mengaktualisasikan
dirinya setelah kebutuhan akan penghargaannya terpenuhi, sementara orang-orang
yang tidak memiliki nilai-nilai ini tidak akan mengaktualisasikan dirinya
walaupun mereka telah memenuhi masing-masing dari kebutuhan-kebutuhan dasar
lainnya.
Kebutuhan akan aktualisasi
diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan keinginan
untuk menjadi sekreatif mungkin (Malow, 1970). Orang-orang yang telah mencapai
level aktualisasi diri menjadi orang yang seutuhnya, memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang orang lain hanya lihat sekilas atau bahkan tidak pernah lihat sama sekali.
Meraka sangat alami, sama seperti alaminya binatang dan bayi, yaitu mereka
mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan mendasar mereka dan tidak membiarkan diri
mereka mendapat tekanan dari kultur.
SUMBER :
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi
Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek
Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Manajemen Sumber Daya Manusia
.Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Feist Jess, Feist Gregory J.2010.Teori Kepribadian.Jakarta :
Salemba Humanika
Fitriani.(2013).Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif
terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur.
eJournal Administrasi Negara, 1(3) 2013 : 989-1002
http://viyan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/15113/2_WEWENANG,+DELEGASI+DAN+DESENTRALISASI.pdf
NAMA : GITHA PURNAMASARI
KELAS : 3PA01
NPM : 13511089
No comments:
Post a Comment