Kata
Plagiarisme berasal dari Kata Latin Plagiarius yang berarti merampok, membajak. Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.
A. Plagiarisme Sebagai Bentuk Kecurangan
Akademik
Kecurangan
akademik (academic fraud) dapat mengambil berbagai bentuk. Bentuk yang
paling umum adalah mencoba mencontek atau menggunakan kertas contekkan dalam
ujian. Tetapi, meskipun plagiarisme juga dianggap sebagai bentuk
kecurangan akademik, kedua konsep tersebut sering dipisahkan. Pengertian
kecurangan meliputi tindakan sebagai berikut:
1. Menggunakan
bantuan dalam ujian (kalkulator, handphone, buku, outline, catatan dsb) yang
penggunaannya tidak mendapatkan ijin secara terbuka;
2. Mencoba
membaca apa yang ditulis kandidat lain selama ujian, atau bertukar informasi di
dalam atau di luar tempat ujian;
3. Menggunakan
identitas orang lain selama ujian;
4. Memiliki
soal ujian yang akan dikerjakan sebelum jadwal ujian dilaksanakan;
5. Memalsukan
atau membuat-buat jawaban wawancara atau survei atau data riset.
Sedangkan
plagiarisme meliputi tindakan sebagai berikut:
1. Menggunakan
atau mengambil teks, data atau gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan
terhadap sumber secara benar dan lengkap;
2. Menyajikan
struktur, atau tubuh utama gagasan yang diambil dari sumber pihak ketiga
sebagai gagasan atau karya sendiri bahkan meskipun referensi pada penulis lain
dicantumkan;
3. Mengambil
materi audio atau visual orang lain, atau materi test, sofware dan kode program
tanpa menyebut sumber dan menampilkannya seolah-olah sebagai karyanya sendiri;
4. Tidak menunjukkan
secara jelas dalam teks, misalnya dengan tanda kutipan atau penggunaan lay-out tertentu, bahwa kutipan literal atau yang mendekati literal
dimasukkan dalam sebuah karya, bahkan meskipun rujukan yang benar terhadap
sumber sudah dimasukkan;
5. Memparafrase
(mengubah kalimat orang lain ke dalam susunan kalimat sendiri tanpa mengubah
idenya) isi dari teks orang lain tanpa rujukan yang memadai terhadap sumber;
6. Menggunakan
teks yang pernah dikumpulkan sebelumnya, atau menggunakan teks yang mirip dengan
teks yang pernah dikumpulkan sebelumnya untuk tugas sebuah mata kuliah;
7. Mengambil
karya sesama mahasiswa dan menjadikannya sebagai karya sendiri
8. Mengumpulkan
paper yang dibuat dengan cara membeli atau membayar orang lain untuk
membuatnya.
B. Jenis –
Jenis Plagiarisme.
Sastroasmoro, (2005) dalam tulisannya
menyatakan bahwa Jenis-jenis plagiarisme yang dapat ditemukan adalah :
a) Jenis plagiarisme berdasarkan aspek yang dicuri
1. Plagiarisme ide.
2. Plagiarisme isi (data penelitian).
3. Plagiarisme kata, kalimat, paragraph.
4. Plagiarisme total
b) Klasifikasi berdasarkan sengaja atau tidaknya plagiarisme
1. Plagiarisme yang disengaja
2. Plagiarisme yang tidak disengaja
c) Klafisikasi berdasarkan proporsi atau persentasi kata, kalimat,
paragraf yang dibajak
1. Plagiarisme ringan : <30%
2. Plagiarisme sedang : 30-70%
3. Plagiarisme berat atau total : >70%
(angka-angka tersebut tentu dibuat secara
arbitrer berdasarkan “kepantasan”, tanpa dasar kuantitatif yang definitif).
d) Berdasarkan pada pola plagiarisme:
1. Plagiarisme kata demi kata (word for
word plagiarizing)
2. Plagiarisme mosaik
Selain itu masih dikenal pula istilah
autoplagiarism atau self-plagiarism (vide infra)
1. Plagiarisme
Ide.
Seringkali plagiarisme dihubungkan dengan
karya tulis. Namun sebenarnya plagiarisme dapat berlaku pula untuk karya ilmiah
dan seni seperti karya sastra, lagu, musik, tari, lukis, patun, film, drama,
dan sebagainya. Dalam hal tersebut yang paling seringkali menonjol adalah
plagiarisme ide. Dalam karya tulis ilmiah, plagiarisme ide sering dihubungkan
dengan laporan hasil penelitian replikatif.
Penelitian Replikatif adalah penelitian yang
secara garis besar mengulang penelitian orang lain, dengan maksud untuk menambah
data, menguji hasil hipotesis, apakah hasil yang sudah ditemukan dalam suatu
populasi berlaku pula untuk populasi lain, misalnya obat anti kejang X di
populasi dewasa perlu dikonfirmasi lagi di populasi anak. Pernyataan bahwa
penelitian yang dilaporkan merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya harus
dibuat secara ekplisit dengan rujukan yang akurat dalam bab pendahuluan. Bila ini tidak dilakukan maka peneliti dianggap melakukan
plagiarisme ide, karena seolah-olah ide tersebut berasal darinya sendiri
2. Plagiarisme
Isi (Data Penelitian)
Dalam pelaporan hasil penelitian, plagiarisme
isi penelitian sekaligus juga merupakan fabrikasi dan atau falsifikasi data,
karena peneliti tidak mempunyai data, atau datanya tidak seperti yang
dikehendaki. Tindakan yang lebih banyak dilakukan adalah falsifikasi data;
peneliti memiliki data sendiri, namun data tersebut tidak sesuai dengan yang
diharapkan, lalu peneliti mengubahnya, dengan maksud agar hasil penelitian
sesuai dengan yang direncanakan
3. Plagiarisme
kata, Kalimat, Paragraf.
Seperti istilahnya, plagiarisme kata demi
kata, merupakan plagiarisme yang paling mudah ditentukan. Jenis ini dapat
merupakan sebagian kecil (kalimat), dapat satu paragraf, atau bahkan seluruh
makalah (meskipun ditulis dalam bahasa lain).
4. Plagiarisme
Mosaik
Plagiarisme yang dilakukan dengan menyambung,
menggabungkan atau menyisipkan kata, frase, atau kalimat yang diambil dari
orang lain dengan penulis lainnya tanpa memberi rujukan sehingga memberi kesan
hal tersebut adalah kalimat asli penulis
5. Plagiarisme
yang disengaja atau tidak disengaja.
Kedua jenis plagiarisme ini harus mendapatkan
sanksi yang sama karena plagiarisme ini merupakan sesuatu yang universal, jadi
ada atau tidaknya peraturan di suatu lembaga pendidikan tentang plagiarisme
tidak membuat orang boleh melakukan plagiarisme
C. Cara Menghindarkan Plagiarisme
1. Bila menggunakan ide orang lain sebutkan sumbernya.
2. Bila menggunakan kata atau kalimat orang lain sebutkan sumbernya,
dengan catatan:
a) Gunakan tanda kutip bila kata atau kalimat aslinya disalin secara
utuh.
b) Tanda kutip tidak diperlukan bila kata atau kalimat telah diubah
menjadi kalimat penulis sendiri tanpa mengubah artinya (telah dilakukan
parafrase).
c) Mengubah satu atau beberapa kata dalam satu paragraf bukan
merupakan parafrase karenanya tanda kutip perlu disertakan.
d) Parafrase tanpa menyebut sumbernya adalah plagiarisme.
3. Bila kita mengajukan makalah yang sudah pernah diajukan sebelumnya
harus pula dinyatakan bahwa makalah sudah diajukan atau dipublikasi sebelumnya;
bila tidak, maka dapat dianggap sebagai auto-plagiarismatau self-plagiarism.Jenis plagiarisme ini sebenarnya dapat dianggap “berkualifikasi
ringan”, namun bila dimaksudkan atau kemudian dimanfaatkan untuk menambah
kredit akademik dapat dianggap pelangaran etika akademik yang berat.
4. Baca ulang apa yang hendak dikutip secara cermat, singkirkan
naskah asli, agar tidak terpengaruh untuk menggunakan kata-kata yang sama
5. Gunakan kata-kata dan ide sendiri dengan cara banyak berlatih
merangkai kalimat, dengan demikian tulisan dan ide dapat lebih berkembang
6. Periksa dan baca kembali paraphrase yang telah dibuat, serta bandingkan dengan naskah asli agar yakin
bahwa penggunaan kata-kata atau istilah dan informasiyang hendak disampaikan
sudah tepat. (Indiana University 2004)
Plagiarisme atau melakukan tindakan plagiat
merupakan suatu pelanggaran yang serius dan dapat berakibat fatal. Tindakan
tersebut merupakan pencurian terhadap karya intelektual orang lain. Di
lingkungan Perguruan Tinggi, hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran
berat. Sejumlah sanksi harus dan telah dipersiapkan oleh pihak Perguruan Tinggi
terhadap pelaku plagiarism.
D. Sanksi Terhadap Plagiarisme
DASAR HUKUM PLAGIARISME
Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidaklah mengenal istilah plagiarisme atau plagiat, oleh karenanya dalam kacamata hukum plagiarisme dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran terhadap hak cipta, dalam hal ini diatur melalui ketentuan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan ketentuan pidananya sebagaimana berikut ;
Pasal 72 ayat (1) :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
yang dalam hal ini, terkait dengan ketentuan mengenai pengertian dari hak cipta adalah sebagai berikut ;
Pasal 2 ayat (1) :
“Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan hal yang diutarakan diatas, agar seorang pencipta memiliki hak cipta sebagai hak eksklusif atas ciptaannya maka terlebih dahulu harus melakukan pendaftaran ciptaan sebagaimana yang diamanatkan ketentuan Pasal 35 s/d 44 UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selain itu, yang dapat disebut sebagai pencipta, pemilik atau pemegang hak cipta, berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta adalah :
a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal ; atau
b. Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
Oleh karenanya, merujuk kepada definisi serta dasar hukum plagiarisme atau plagiat yang ada sebagaimana dijabarkan diatas, maka secara sederhana terdapat beberapa unsur dasar untuk menentukan apakah telah terjadi pelanggaran hak cipta atau tidak, antara lain :
1) Terdapat ciptaan yang dilindungi hak cipta, dimana masa perlindungannya masih berlaku ;
2) Terdapat bagian substansial dari ciptaan tersebut yang diumumkan dan/atau diperbanyak ; dan
3) Adanya pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut yang dilakukan tanpa seijin dari si pencipta atau pemegang hak cipta, dan tidak termasuk ke dalam penggunaan yang dibenarkan (fair use) menurut ketentuan UU Hak Cipta, atau dengan tidak mencantumkan keterangan yang cukup terkait sumbernya.
Manakala unsur-unsur tersebut terpenuhi maka dapatlah diindikasikan adanya pelanggaran hak cipta, namun tanpa adanya unsur-unsur tersebut seperti apapun bentuk pelanggaran yang ada tidaklah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta dan tidaklah benar apabila dipaksakan menjadi suatu permasalahan hukum.
Pelanggaran akademik yang paling sering dilakukan adalah menyontek (cheating), dari cara yang konvensional sampai yang canggih dapat dimasukkan sebagai plagiarisme.\
Di banyak universitas disebut dengan jelas bahwa hukuman yang paling ringan bagi mereka yang melakukan plagiarisme adalah nilai E untuk mata kuliah yang bersangkutan. Hukuman yang makin berat adalah dicabutnya gelar yang sudah diterima (untuk mahasiswa yang telah lulus, dan diketahui melakukan plagiarisme pada laporan akhirnya), atau dikeluarkan dari institusi
Referensi :
Kesimpulan :
Lewat kecanggihan teknologi kita sedang diuji. Rupanya masyarakat kita masih terbilang belum siap menghadapi perubahan zaman. Belum dapat mendayagunakan tenologi secara maksimal untuk bekal sebuah pemikiran. Alangkah baiknya kita mulai berpikir dan menanyakan epada diri sendiri. Layakkah aku dikatakan sebagai bagian dari civitas akademika yang identik dengan bakat intelektual sebagai agen perubahan sosial yang siap menghadapi tuntutan zaman.
Kelas :2pa01
NPM :13511089
No comments:
Post a Comment