Total Pageviews

About Me

My photo
depok, Indonesia
I always remember I am special.

Thursday, March 28, 2013

konsep sehat, sejarah perkembangan dan pendekatan kesehatan mental


Konsep Sehat
Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk hidup lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat-sakit, normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewn, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subjek dan objek sekaligus, oleh karena itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan diri sendiri. Sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatannya, kenyamanannya, kesejahteraanya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justru membuat manusia menjadi oleh manusia tak jarang justru membuat manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidupnya.
Sehari-hari kita menggunakan istilah sehat wal afiat untuk menyebutkan kondisi kesehatan yang prima, tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu yakni “as shihhah wa al’ afiyah” di situ ada dua dimensi pengertian. Kata ‘sehat’ merujuk pada fungsi, sedangkan kata ‘afiat’ merujuk kepada kesesuaian denngan maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah ata yang dapat digunakan untuk melihat tanpa alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang tidak bisa digunakan untuk melihat sesuau yang dilarang melihatnya, misalnya ngintip orang mandi, karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah sebagai penunjuk pada kebenaran, membedakan dari yang salah. Tangan yang sehat adalah tangan yang mudah digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang halal, sedangkan tangan yang afiat aalah tangan yang tidak bisa digunakan untuk mengerjakan melakukan sesuatu yang diharamkan, karena maksud diciptakan tangan oleh Tuhan adalah untuk berbuat baik dan mencegah kejahatan (Zulkifli Yunnus, 1994: 57).
Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan mental dan bahkan kesehtan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita sekarang, nampaknya bangsa ini memang sedang tidak sehat dan juga tidak afiat. Akibatnya banyak hal menjadi tidak berfungsi. Jika sakit gigi, maka kita pergi ke dokter gigi, jika sakit perut kita pergi ke dokter penyakit dalam. Nah problemnya ada orang yang secara fisik ia sehat tetapi I mengalami gangguan sehingga fisiknya pun kurang berfungsi. Secara medik ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat ehingga ia tidak bisa berfikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa tidur. Ada orang penyandang cacat tetapi pikirannya jjernih, gagasannya cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas, tetapi justru pikirannya kacau, tindakaannya juga kacau, dan ia tidak bisa menikmati hidup ini.
Sering kita mendengar ungkapan bahwa orang itu yang penting hatinya, yang penting jiwanya. Dalam perspektif ini, hakikat manusia adalah jiwannya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Di maki-maki orang gila, orang tidak tersinggung karena jika tersinggung apalagi membalas maka itu menunjukan serumpun.
Kesehatan mental menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sehat sebagai suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan.
Sesuai dengan pengertian sehat di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan terdiri dari 3 dimensi yaitu fisik, psikis dan social yang dapat diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat.
Meskipun terdapat banyak pengertian/definisi, konsep sehat adalah tidak standart atau baku serta tidak dapat diterima secara mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain, masing-masing orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka tidak mengeluh adanya gangguan walau setelah ditimbang berat badanya dibawah normal. Penjelasan ini menunjukan bahwa konsep sehat bersifat relatif yang bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam satu ruang/wilayah. Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu,   tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis.
Sejarah dan Perkembangannya
Secara historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986: 23)
1. Periode Pra-ilmiah
Sejak zaman dahulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitive animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawas atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat.  Orang primitive percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal didalam benda tersebut.
Perubahan sikap terhadap tradisi animism terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan naturalism, suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu. Ia menyatakan “jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan memicu bau yang amis, akan tetapi anda tidak akan melihat roh, dewa atau hantu yang melukai badan anda”. Ide naturalistic ini kemudian di kembangkan oleh Galen, seorang tabib dalam pembedahan hewan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistic ini tidak dipergunakan lagi di kalangan orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) mengggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental.
2. Periode Ilmiah
Perubahan yang berarti dalam sikap dan pengobatan gangguan mental, yaitu dari animism (irasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmmiah), terjadi pada saat berkembangnya Psikologi Abnormal dan Psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1783.
Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang menjadi suatu body of knowledge berikut gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli, dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Dua tokoh ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah.
Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama decade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan di bidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943).
Sejarah kesehatan mental merupakan cerminan dimana pandangan masyarakat terhadap gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada beberapa pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia Barat antara lain :
- Akibat kekuatan supranatural
- Dirasuk oleh roh atau setan
- Dianggap kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang lebih besar
- Dianggap sakit


Pendekatan Kesehatan Mental
Tujuan dalam hal kesehatan mental adalah paham adanya berbagai pendekatan dalam memandang kesehatan mental. Dalam kesehatan mental ada beberapa para ahli yang mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, salah satunya yaitu Saparinah Sardli (dalam Suroso, 2001: 132) yang mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.
1.  Orientasi Klasik
Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menyembulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari.
2.  Orientasi Penyesuaian Diri
Seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya
3.  Orientasi Pengembangan Diri
Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.

Daftar Pustaka:
Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press
Siti Sundari, HS.2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Cetakan pertama. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.


1 comment: