Konsep Sehat
Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk
hidup lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika
stabil-labil, sehat-sakit, normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian.
Berbeda dengan hewn, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subjek dan objek
sekaligus, oleh karena itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan,
menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan diri sendiri. Sebagian besar
ilmu pengetahuan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah
untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatannya,
kenyamanannya, kesejahteraanya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan
kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak
jarang justru membuat manusia menjadi oleh manusia tak jarang justru membuat
manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidupnya.
Sehari-hari kita menggunakan istilah sehat wal afiat untuk menyebutkan kondisi kesehatan yang prima,
tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu yakni “as shihhah wa al’ afiyah” di situ ada dua dimensi pengertian. Kata
‘sehat’ merujuk pada fungsi, sedangkan kata ‘afiat’ merujuk kepada kesesuaian
denngan maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah ata yang dapat digunakan
untuk melihat tanpa alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang
tidak bisa digunakan untuk melihat sesuau yang dilarang melihatnya, misalnya
ngintip orang mandi, karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah sebagai
penunjuk pada kebenaran, membedakan dari yang salah. Tangan yang sehat adalah
tangan yang mudah digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang halal, sedangkan
tangan yang afiat aalah tangan yang tidak bisa digunakan untuk mengerjakan
melakukan sesuatu yang diharamkan, karena maksud diciptakan tangan oleh Tuhan
adalah untuk berbuat baik dan mencegah kejahatan (Zulkifli Yunnus, 1994: 57).
Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada
kesehatan mental dan bahkan kesehtan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita
sekarang, nampaknya bangsa ini memang sedang tidak sehat dan juga tidak afiat.
Akibatnya banyak hal menjadi tidak berfungsi. Jika sakit gigi, maka kita pergi
ke dokter gigi, jika sakit perut kita pergi ke dokter penyakit dalam. Nah
problemnya ada orang yang secara fisik ia sehat tetapi I mengalami gangguan
sehingga fisiknya pun kurang berfungsi. Secara medik ia sehat, tetapi ia merasa
tidak sehat ehingga ia tidak bisa berfikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa
tidur. Ada orang penyandang cacat tetapi pikirannya jjernih, gagasannya
cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara
fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas, tetapi justru pikirannya
kacau, tindakaannya juga kacau, dan ia tidak bisa menikmati hidup ini.
Sering kita mendengar ungkapan bahwa orang itu yang penting
hatinya, yang penting jiwanya. Dalam perspektif ini, hakikat manusia adalah
jiwannya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak
diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Di maki-maki orang gila,
orang tidak tersinggung karena jika tersinggung apalagi membalas maka itu
menunjukan serumpun.
Kesehatan mental menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Sehat sebagai suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan
keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil
penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung
menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri
agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan.
Sesuai dengan pengertian sehat di atas dapat di simpulkan bahwa
kesehatan terdiri dari 3 dimensi yaitu fisik, psikis dan social yang dapat
diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi
kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya
kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat.
Meskipun terdapat banyak pengertian/definisi,
konsep sehat adalah tidak standart atau baku serta tidak dapat diterima secara
mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai
abnormal oleh orang lain, masing-masing orang/kelompok/masyarakat memiliki
patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau
status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka
tidak mengeluh adanya gangguan walau setelah ditimbang berat badanya dibawah
normal. Penjelasan ini menunjukan bahwa konsep sehat bersifat relatif yang
bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam satu ruang/wilayah.
Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi
tertentu, tetapi sehat harus dipandang
sesuatu fenomena yang dinamis.
Sejarah
dan Perkembangannya
Secara historis kajian kesehatan mental terbagi
dalam dua periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung,
1986: 23)
- Periode Pra-ilmiah
Sejak zaman dahulu sikap terhadap gangguan
kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitive animeisme, ada
kepercayaan bahwa dunia ini diawas atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang menduga bahwa
penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena
itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah
tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Orang primitive percaya bahwa angin
bertiup, ombak mengalun, batu berguling dan pohon tumbuh karena pengaruh roh
yang tinggal didalam benda tersebut.
Perubahan sikap terhadap tradisi animism terjadi
pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan
revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan naturalism,
suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan
akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu. Ia
menyatakan “jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang
basah, dan memicu bau yang amis, akan tetapi anda tidak akan melihat roh, dewa
atau hantu yang melukai badan anda”. Ide naturalistic ini kemudian di
kembangkan oleh Galen, seorang tabib dalam pembedahan hewan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan
naturalistic ini tidak dipergunakan lagi di kalangan orang Kristen. Seorang
dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) mengggunakan filsafat politik dan
sosial untuk memecahkan problem penyakit mental.
- Periode Ilmiah
Perubahan yang berarti dalam sikap dan pengobatan
gangguan mental, yaitu dari animism (irasional) dan tradisional ke sikap dan
cara yang rasional (ilmmiah), terjadi pada saat berkembangnya Psikologi
Abnormal dan Psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1783.
Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini
memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang menjadi
suatu body of knowledge berikut gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan
kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli,
dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan
Clifford Whittingham Beers. Dua tokoh ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam
pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah.
Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara
formal mulai muncul. Selama decade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan
mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA), dan
American Federation for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan di bidang kesehatan
mental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943).
Sejarah kesehatan mental merupakan cerminan dimana pandangan
masyarakat terhadap gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada beberapa
pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia Barat antara lain :
- Akibat kekuatan supranatural
- Dirasuk oleh roh atau setan
- Dianggap kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang
lebih besar
- Dianggap sakit
Pendekatan
Kesehatan Mental
Tujuan dalam hal kesehatan mental adalah paham adanya berbagai pendekatan dalam
memandang kesehatan mental. Dalam kesehatan mental ada beberapa para
ahli yang mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan
mental, salah satunya yaitu Saparinah Sardli (dalam Suroso, 2001: 132) yang
mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.
1.
Orientasi Klasik
Seseorang dianggap
sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah,
cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menyembulkan
perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan
sehari-hari.
2. Orientasi Penyesuaian Diri
Seseorang dianggap
sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya
3.
Orientasi Pengembangan Diri
Seseorang dianggap
mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain
dan dirinya sendiri.
Daftar
Pustaka:
Rochman,
K.L. 2010. Kesehatan
Mental. Purwokerto
: Fajar Media Press
Siti
Sundari, HS.2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Cetakan pertama. Jakarta:
PT. Asdi Mahasatya.
GITHA PURNAMASARI
13511089
2PA01
No comments:
Post a Comment